Hari ini Tan Malaka, ulang tahun ke 115 tahun, ia lahir dalam jaman yang berderak dan penggulingan abad penjajahan tahun 1897. Tan
Malaka adalah orang yang pertama kali menyebarluaskan kesadaran
Nasionalisme dalam bentuk paling radikal, modern dan sistematis, ia
tuang itu ke dalam buku-nya yang dipegang banyak anak muda penggerak
sejarah seperti Muhammad Yamin, Sukarno atau Soegondo Djojopuspito buku itu adalah Naar de Republiek Indonesia –Menuju Republik Indonesia-.
Tan Malaka muda bersekolah di sekolah guru (Kweekschool),
Bukittinggi. Ia adalah anak paling cerdas, ia cepat sekali menghapal,
jenius dalam soal bahasa. Untuk bahasa Belanda-nya sendiri ia
mendapatkan nilai tertinggi, ia juga pembaca buku yang rakus, kegemaran
Tan Malaka sejak kecil adalah berenang di kali setelah berenang ia
sering merenung di atas batu kali besar, ia merenung tentang bagaimana
air kali bergerak, pikirannya terserap dalam logika-logika paling dasar
tentang keadaan. Memang Tan Malaka sering berpikir bagaimana kerja alam,
sesuatu yang ia pahami kelak dalam buah tulisnya “Materialisme,
Dialektika dan Logika” atau Madilog, sebuah ilmu alamiah dasar tentang
rasionalisme, empirisme dalam melihat alam materi, tanpa tahayul, tanpa
mitos.
Kecerdasan
Tan Malaka membuat guru-gurunya mensponsori pembiayaan kepergian Tan
Malaka ke Haarlem Belanda dan dipinjami dana dari ‘Engku Fonds’ untuk
bersekolah ke Rijks Kweekschool, di Belanda dengan situasi prihatin Tan
Malaka menjalani pendidikan yang berat. Tahun 1919, ia kembali ke
Indonesia, ia bekerja di Perkebunan Deli. Saat itu perkebunan Deli,
salah satu maskapai perkebunan menggunakan sebuah desa, dijadikan
semacam desa ‘potemkin’ untuk memamerkan bahwa pengusaha perkebunan bisa
berbuat baik kepada kaum pribumi.
Legenda
Tan Malaka, dan menjadi bahan kekaguman banyak generasi muda dari
generasi muda jaman Sumpah Pemuda tahun 1920-an, sampai dengan jaman
modern sekarang ini, adalah kisah pelariannya. Pelariannya itulah yang
kemudian menimbulkan legenda, sekaligus mengabarkan kepada dunia
Internasional tentang Indonesia yang berdentam-dentam melawan penjajahan
di tanah kolonial, pelarian Tan Malaka selalu ditunggu banyak
intelektual-intelektual besar di Asia, seperti di Filipina, Singapura,
Malaya, Hong Kong bahkan sampai ke Kanton, Cina.
Kisah
pelarian Tan Malaka selalu jadi berita-berita besar di koran-koran luar
negeri, dan ini mirip ‘The Jackal’ jaman modern, sebuah perlawanan otak
yang beradu dengan kekerasan intelijen. Tan Malaka menyerahkan seluruh
hidupnya untuk diburu dan bertarung dengan kematian di tiap detiknya.
Awal
dari petualangan politiknya adalah ketika Tan Malaka bertemu dengan
Semaun di Prambanan, setelah itu mengadakan pertemuan-pertemuan dengan
banyak tokoh kiri dalam tubuh Sarekat Islam yang mulai bergerak dan
berdiri tegak menuntut kemerdekaan Indonesia. ‘Pemberontakan bersenjata
adalah sesuatu yang tak terhindari dalam situasi jaman bergolak ini’.
Itu prinsip kaum kominis pedjuang dijamannya tentang sebuah Indonesia
baru. Tan Malaka dijadikan pemimpin PKI di jam-jam pertama, setelah
Sneevliet pergi. Tan Malaka adalah pemimpin yang penuh perhitungan, ia
tak mau Indonesia jatuh ke tangan Moskow juga jatuh ke tangan
Imperialisme barat, seperti Belanda, Inggris dan Amerika Serikat.
‘Kesadaran Tan Malaka’ sedikit banyak dipengaruhi ketika ia bertemu
dengan Bapak Kemerdekaan Cina, ‘Sun Yat Sen, pada suatu senja di tahun
1922. “Nasionalisme dan Kebangsaan adalah bentuk geopolitik masa depan,
bukan Komintern atau Internasionalisme, hanya nasionalisme-lah yang bisa
memperbaiki keadaan, menghormati kehidupan manusia di dalamnya,
membebaskan pranata-pranata masyarakat dari penindasan kapitalisme” ini
kesadaran tahap pertama Tan Malaka.
Tan Malaka-pun hadir di Kongres Komintern 1921, di
depan Jenderal Radek dan Jenderal Zinoviev, Tan Malaka membongkar
kesadaran bahwa Gerakan Islam di Djawa itu memiliki semangat
revolusioner, apa yang terjadi pada Sarekat Islam dengan
mempertentangkan SI dengan Komunisme adalah mainan Intelijen Belanda,
dan tidak seharusnya gerakan kemerdekaan sebuah bangsa meninggalkan Umat
Islam yang radikal dan bertanggung jawab terhadap keadilan di tengah
masyarakat. Pidato Tan Malaka Komintern di tengah markas Komunis, Sovjet
inilah yang justru mengenalkan Islam dalam alur gerak positif bagi
‘pembebasan manusia atas penindasannya’. Kelak di masa Revolusi 1945,
Tan Malaka sering mengeluarkan pernyataan “Islam adalah darah dalam
tubuh bangsa Indonesia’.
Di
tahun 1926, Tan Malaka menolak kelompok Prambanan yang dipimpin Alimin
dan Muso untuk memberontak, karena perhitungan Tan Malaka, Sovjet Uni
dibawah Stalin belum berani buka front dengan Belanda yang didekeng
Inggris, apalagi mereka adalah sekutu dalam komitmen perjanjian
Versailles 1919, sebuah perjanjian yang menghentikan perang dunia I,
dimana Sovjet Uni, Perancis dan Inggris merupakan negara sekutu
berhadapan dengan Jerman. Bila anak-anak kominis nekat angkat senjata,
maka gerakan politik di Indonesia akan hancur.
Benar
saja pemberontakan di Banten dan Silungkang, Sumatera Barat gagal
total. Belanda menangkapi 1.300 aktivis kemerdekaan, dibuang ke Digoel,
sebagian digantung mati, ratusan pucuk senjata api dan
beberapa peti berisi bom ditemukan. Tan Malaka kesal sekali dengan
peristiwa ini, alih-alih para pemimpin kominis klik Prambanan mengoreksi
diri atas kegagalannya, mereka malah menyalahkan Tan Malaka yang tak
ikut memberontak, sejak itu Tan Malaka dicap sebagai ‘Trotskys’ sebuah
julukan hina yang berasal dari nama pemimpin Komunis era Lenin yang
melawan Stalin. Tan Malaka lari ke Singapura disana ia membuat tulisan
tentang ‘Massa Actie’ sebuah tulisan yang berisi ‘syarat-syarat dasar agar sebuah gerakan massa berhasil mencapai tujuan’.
Sial
bagi Tan Malaka, walaupun ia menentang pemberontakan ala Muso dan
Alimin, namun Tan Malaka dimasukkan sebagai orang nomor satu yang harus
dibunuh oleh Intel Belanda. Kemudian intel Belanda mengirim kontak kawat
kepada Inggris agar menangkap Tan Malaka hidup atau mati.
Disinilah
episode pelarian Tan Malaka. Tan Malaka, lari ke Penang, dari Penang ia
menyamar ke Filipina sebagai Ellias Fuentes, di Filipina ia membangun
jaringan gerakan kemerdekaan nasional, di Manila pada sebuah pertemuan
rahasia dengan banyak pemimpin-pemimpin nasional Filipina, Tan Malaka
berbicara soal ‘Gagasan Kemerdekaan Indonesia’.
Gagasan Kemerdekaan Indonesia ala Tan Malaka ini amat mempengaruhi agresivitas pejuang kemerdekaan Filipina. Kehadiran
Tan Malaka di Manila tercium intel Inggris yang meminta intel Amerika
Serikat (AS, adalah negara yang secara de facto menguasai filipina tahun
1920-an). Untuk membredel Tan Malaka, tapi rencana ini tercium pers,
baik pers Inggris di Hong Kong ataupun di Filipina mendukung Tan Malaka,
cerita pelarian Tan Malaka adalah cerita petualangan yang banyak
digemari kaum muda di tahun 1920-an, ia dianggap sebagai legenda hidup
yang terus diburu.
Tan
Malaka lari ke Hong Kong lalu ke Kanton, disana ia menyamar jadi guru
bahasa Inggris, Tan Malaka senang menikmati kota Shanghai, ia
menyaksikan sendiri degup gagasan nasionalisme. Sebelum masuk ke
Hongkong dengan nama samaran Ong Song Lee, Tan Malaka bersama Soebakat
dan Djamalludin Tamin mendirikan sebuah partai rahasia yang bernama
‘Partai Republik Indonesia’ atau PARI. Partai ini adalah partai bawah
tanah yang tidak boleh diketahui PKI, karena bila Komunis tau maka ini
dianggap sebagai partai pembelot, karena doktrin komunisme melarang
pemimpin komunis mendirikan Partai diluar Partai Komunis yang mengikuti
garis Moskow.
Di
Amoy, Cina Tan Malaka mendirikan sekolah bahasa, disini ia juga
berhadapan dengan perang yang berkecamuk. Jepang mulai bertingkah di
Cina, pertempuran-pertempuran kecil sering terjadi di depan matanya, ia
menuliskan hal ini dengan amat filmis di bukunya ‘Dari Pendjara ke
Pendjara’.
Di
Indonesia sendiri petualangan Tan Malaka menjadi legenda paling
digemari, seorang penulis asal Medan bernama pena : Matu Mona menuliskan
legenda Tan Malaka dengan amat mahir, ia bahkan memasukkan unsur-unsur
mistik (sebuah unsur yang mungkin jadi bahan ketawaan Tan Malaka yang
rasional) seperti : Tan Malaka bisa menghilang atau Tan Malaka kebal
peluru, tapi tulisan Tan Malaka inilah yang menjadi bahan imajinasi
anak-anak muda Indonesia untuk menggerakkan sebuah keadaan agar
Indonesia bisa Merdeka.
Ketika
Jepang berhasil membom Pearl Harbour, Tan Malaka sedang menyamar di
Singapura ia menyaksikan jaman yang sudah amat berubah, pergerakan
kemerdekaan Indonesia tinggal beberapa inci lagi. Tan Malaka harus
pulang, kepulangan Tan Malaka ini dihadang oleh ombak besar, ia
menghadapi pertarungan kematian di tengah laut hanya dengan naik kapal
kecil kepunyaan orang Cina dan ia menulis itu dalam ‘Dari Penjara ke
Penjara’. Perjalanan pulang Tan Malaka dari Singapura ke Indonesia
adalah lebih berat dari perjalanan Lenin pulang dari Bern, Swiss ke
Moskow dengan Kereta Api.
Tahun
1942 Tan Malaka sampai di Djakarta, ia mencari pekerjaan. Ia mengontrak
rumah di Rawadjati, Kalibata. Rumahnya amat dekil, kumuh dan layaknya
seperti kandang kambing tapi dari rumah itulah ia menyusun pemikirannya
yang tertuang dalam Madilog.
Perlu
dicatat awal Kemerdekaan Indonesia, Tan Malaka-lah yang banyak dicari
pemuda Indonesia untuk menjadi Proklamator, tapi Tan Malaka memang belum
ditemukan, barulah setelah Tan Malaka, pilihan jatuh ke tangan Sjahrir
untuk memerdekakan Indonesia, namun menurut Maruto Nitimihardjo, salah
seorang saksi penting Proklamasi 1945, Sjahrir takut menerima tanggung
jawab itu. –jadi, memang takdir sejarah kemerdekaan ini dibacakan oleh
Sukarno dan Hatta, sekaligus mereka berdua yang menjamin dan menaruh
leher atas kemerdekaan Republik.
Setelah
kemerdekaan di masa Revolusi 1945-1949, Tan Malaka mengambil peranan
penting, ia satu-satunya orang yang dipercaya kaum muda diluar Sukarno,
bahkan Jenderal Sudirman menaruh ideologi dan perjuangannya segaris
dengan pemikiran Tan Malaka : Merdeka 100%.
Tan
Malaka mati dibunuh di Djawa Timur, banyak yang mengira Tan Malaka
dibunuh karena menolak dengan keras rencana perjanjian Konferensi Medja
Bundar (KMB) 1949.
-Sejarah
adalah tragedi demi tragedi, di seluruh hidup Tan Malaka, sejarahnya
adalah kumpulan kesengsaraan bagaimana seorang anak manusia menginginkan
kemerdekaan bagi bangsanya, dan menghilangkan penindasan bagi umat
manusia. Tan Malaka adalah pahlawan di atas para pahlawan………-
Jakarta, 2 Juni 2012
Anton DH Nugrahanto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar