Kamis, 21 Juni 2012

Jadi Agen Asing, Pemerintah Gagal Lindungi Petani Tembakau

666

Budayawan Mohamad Sobary mengkritisi pemerintahan Indonesia yang menjadi agen asing dan kalah peduli dengan perusahaan-perusahaan rokok yang ada di negeri ini.

“Kalau bicara kemanusiaan, saya lebih membela petani tembakau daripada membela pabrik. Tetapi bicara melek mata kebudayaan saya membela pabrik rokok dari pada negara ini,” tegas Sobary dalam forum dialog “Pro Kontra Tembakau, Siapa yang Diuntungkan?” di Jakarta.

Menurut Sobary, berbicara tembakau terdapat muatan persoalan yang luar biasa besarnya, mulai dari petani, petani cengkih, hingga buruh pabrik rokok.

Dijelaskan, sudah 20 tahun ini budaya kretek digoyang dengan target utamanya menghapuskan kretek dari bumi Indonesia.

"Mereka yang ingin menghapus kretek dari negeri ini adalah perusahaan-perusahaan farmasi asing yang meminjam kekuasaan dan penguasa Indonesia untuk menggulirkan regulasi yang membatasi kretek,” katanya.

Sobary mengkhawatirkan, satu demi satu kebudayaan Indonesia yang berkait dengan kekayaan alam  hilang karena faktor asing.

“Amerika pernah berkampanye bahwa kopra adalah tidak higenis, tapi sekarang mereka memproduksi minyak dari kopra. Sekarang kopra makin hilang dari bumi ini,” tambahnya.
Itulah sebabnya, Sobary dan kawan-kawan tidak ingin, kretek sebagai bagian dari kebudayaan manusia Indonesia hilang dan meninggalkan kesengsaraan bagi para petani tembakau, petani cengkih, serta buruh pabrik.

Bahkan Sobary menilai, lahirnya putusan Mahkamah Konstitusi atas dua  uji materi Pasal 113 ayat 1, 2, 3, dan pasal 114 beserta penjelasannya dan pasal 199 ayat 1 UU Kesehatan 36/2009. Putusanya bersikap diskriminatif dan mencederai rasa keadilan terhadap para stakeholder industri kretek nasional.

Selain semakin memberi legitimasi yuridis yang mengukuhkan UU 36/2009 tentang Kesehatan yang sejak awal kelahirannya nyata telah mendiskriminasi para pengusaha di sektor usaha ini, lebih jauh jika regulasi tersebut diimplementasikan tentu akan berdampak pada membengkaknya biaya produksi.

“Gulung tikarnya industri rokok rumahan, PHK buruh, dan juga terancamnya kretek sebagai warisan budaya bangsa terancam hilang,” pungkasnya.

Corporate Communication Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Hasan Aoni Aziz US, mengatakan, pemerintah seharusnya mampu memberikan perlindungan terhadap
stake holders tembakau. Dengan melihat sejarah kemajuan industri rokok yang begitu besar sebagai bisnis yang sangat menguntungkan.

Ia menilai, para pengusaha rokok dan tembakau, telah mampu menerobos segala sektor dengan banyak menempatkan tenaga kerja kita.

Menurut Hasan selain tembakau, rokok banyak melakukan penyerapan tenaga kerja dan berkontribusi terhadap negara. “Berbagai kegiatan industri rokok dapat berperan dalam kontribusi APBN dan tahun 2010 mengalami penurunan akibat terjadinya pro-kontra RPP Tembakau,” imbuhnya.

Saat ini, lanjut dia, stake holders tembakau mengalami tantangan sehingga menjadi polemik. Hal ini akan berdampak pada berbagai sektor. Banyak petani tembakau mengalami keresahan atas pengendalian RPP tersebut.

Hasan juga mengatakan, regulasi terhadap produk olahan tembakau akan mengancam ekonomi kerakyatan. Pasalnya, kata dia, tembakau menjadi sumber pendapatan banyak komponen masyarakat, mengingat produksi kretek  adalah mata rantai produksi besar yang mampu menarik jutaan  orang dalam  produksi baik dari hulu sampai hilir, yakni petani tembakau dan cengkeh, buruh kretek  dan pedagang  asongan.

Menurut Hasan, tembakau merupakan produk legal yang sama sekali berbeda dengan bahan terlarang narkoba. Baginya, kretek merupakan warisan budaya sehingga perlu untuk dilestarikan. “Kretek perlu dilindungi karena berjuta tenaga kerja dan keluarga bergantung pada sektor ini,” katanya.

Selama ini tembakau menjadi kambing hitam perusahaan farmasi dan perusahaan rokok global. Hal itu dilakukan dengan menyamakan produk kretek dalam negeri dengan rokok putih produksi asing.

Parahnya lagi, lanjut Hasan rokok dikatakan bahaya adalah hasil penelitian peneliti asing bukan pada produk kretek Indonesia. "Indonesia harus berani bilang kretek bukan rokok sebagaimana Kuba mengatakan cerutu bukanlah rokok," ujarnya. (boy/jpnn)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar