666,
Rakyat yang mana dulu ? Rakyat Indonesia pada
umumnya, dan rakyat korban Lumpur Lapindo pada khususnya. Bagaimana
rakyat tidak akan stres ? Menangani korban lumpur yang jumlahnya “hanya”
ratusan KK yang diakibatkan oleh eksplorasi perusahaan dalam kelompok
Bakrie saja sampai sekarang (6 tahun berlalu) belum juga tuntas.
Bagaimana bisa diharapkan mampu menangani problem rakyat Indonesia dari
Porong sampai Sorong yang berjumlah dua ratus jutaan dengan pelbagai
macam persoalan.
Sampai-sampai untuk menarik perhatian pemilik Lapindo dan juga
pemerintah pusat agar persoalan lumpur Lapindo segera dituntaskan, ada
yang nekat berjalan kaki dari kawasan lumpur Lapindo ke Jakarta. Mereka,
para korban, tentu saja berharap jangan sampai persoalan para korban
itu malah dibenamkan ke lumpur dalam-dalam. Sudah 6 tahun (lho….)
persoalan ganti rugi korban Lumpur Lapindo tidak semuanya tuntas
diselesaikan. Jika semua persoalan itu tuntas, tentu saja tak harus
seorang Haris Suwandi, salah seorang korban, berjalan kaki dari Porong
ke Jakarta hanya ingin nasibnya diperhatikan dan dituntaskan persoalan
ganti ruginya.
Eit, jangan salah ! Justru dengan majunya Ical menjadi Capres tahun
2014, siapa tahu penyelesaian persoalan korban lumpur Lapindo bisa lebih
cepat. Bagaimanapun persoalan Lapindo itu telah menjadi penghalang yang
serius bagi Aburizal Bakrie untuk meraih simpati. Maka untuk dapat
menarik simpati rakyat agar memilih dirinya di tahun 2014, Ical pasti
akan berjuang mati-matian agar persoalan korban Lumpur Lapindo sudah
dituntaskan sebelum H pencoblosan.
Apa betul demikian ? Tergantung dari sudut mana kita memandang, dari
kubu optimis atau pesimis, dengan prasangka positip atau negatip,
kacamata kawan atau musuh politik Ical, pandangan golkar atau non
golkar, golkarnya Ical atau golkarnya JK dan tentu saja sudut pandang
dari para korban yang sudah mendapat ganti rugi atau para korban yang
puas hanya gigit jari ?
Kira-kira sampai hari ini, hari dimana Ical diproklamirkan menjadi
Capres Golkar, sudah berapa ratus miliar duit yang tersedot lumpur baik
dari yang berasal kas Minarak Lapindo, kas perusahaan kelompok Bakrie
maupun kas pemerintah untuk menangani persoalan lumpur Lapindo. Dan
sudah berapa banyak keluarga korban yang betul-betul telah menerima
ganti rugi dan ditangani dengan baik dan berapa banyak keluarga yang
belum tertangani termasuk pak Hari Suwandi yang terpaksa jalan kaki dari
Porong ke Jakarta untuk memperjuangkan nasibnya. Rasanya sih mustahil
jika kelompok Bakrie akan terus-terusan mengeluarkan duit untuk
menuntaskan luberan lumpur Lapindo yang banyak ahli geologi pun tidak
tahu kapan lumpur itu berhenti menyembur.
Menurut hemat saya pencapresan Ical oleh Golkar itu bagai usaha
menegakan benang basah. Tetapi kita harus ingat, hanya dalam politik
Indonesia-lah usaha “menegakkan benang basah” bisa dilakukan. Terlalu
banyak contoh untuk dikemukakan, sesuatu yang mustahil bisa diwujudkan
dalam praktek politik modern, tetapi di Indonesia masih bisa terjadi.
Golkar pasti sudah mengetahui dan sangat paham peta politik negeri
Panca Sila ini. Mereka sudah memperhitungkan untung-rugi mengusung Ical
menjadi capres Golkar.
Demokrat yang menjadi lawan tangguh Golkar dalam dua kali pilpres, telah
mencoreng muka sendiri dengan persoalan korup para kader yang masih
coba ditutup-tutupi. Jadi siapapun yang dicapreskan oleh Demokrat di
tahun 2014 tidak akan bisa mengulangi kemenangan dan kesuksesan SBY
dalam dua kali Pilpres, di 2004 maupun 2009. Lalu ada nama Prabowo yang
digadang-gadang sementara kalangan karena mantan Pangkostrad itu
memperoleh dukungan terbanyak dari sekian banyak survei yang dilakukan
oleh lembaga konsultan politik.
Tetapi jangan lupa Prabowo masih
memiliki catatan-catatan kelabu yang belum dipublikasikan secara
besar-besaran. Catatan itu pasti akan dipublikasikan habis-habisan oleh
lawan-lawan politiknya, demi untuk menjatuhkan reputasi dan
elektabilitas Prabowo. Dari “kandang” Banteng Moncong putih, PDIP,
mereka hanya bisa mengandalkan dan menjagokan Ibu Mega. Sedangkan kader
PDIP yang lain belum bisa menandingi dan menyamai karisma yang dimiliki
oleh putri Bung Karno itu. Kemudian ada nama Surya Paloh. Sialnya Paloh
bisa tampak ”besar” karena pemberitaan TV yang jadi miliknya, dan
Paloh belum menjadi pilihan bagi banyak kalangan.
Lalu siapa yang bisa mengalahkan Ical dan juga Golkar ?
Yang bisa mengalahkan Ical adalah do’a mereka yang teraniaya oleh genangan lumpur di Lapindo….
Sekali lagi, dalam politik, semua yang tidak mungkin menjadi mungkin.
Dalam politik, ”benang basah (masih) bisa ditegakan”. Jadi, jika
sampai sekarang, masih ada (mungkin sedikit, mungkin juga masih banyak)
korban lumpur Lapindo yang stres, maka siap-siap saja.
Siap-siap apa ? siap-siap…….stres
Jakarta, 01 Juli 2012
Penulis : Ismail Solichin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar